Rabu, 03 Desember 2008

Bio diesel dari minyak kelapa sawit

Bio Diesel Dari Minyak Kelapa Sawit

Oleh : Leonid SP, dari beberapa sumber (nop 2008)

Biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar hayati non fosil (biofuel) yang saat ini sedang digalakkan pemakaiannya oleh Pemerintah melalui Perpres No 5 tahun 2006 yang mentargetkan 5 % dari total konsumsi energi nasional berasal dari biofuel (biodiesel, bioethanol dan biooil) yang juga merupakan jenis energi terbarukan.

Bahan bakar nabati mendapat perhatian dari pemerintah karena di Indonesia tersedia cukup untuk keperluan ekspor dan dalam negeri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BPPT sumber bahan bakar nabati yang ada di Indonesia cukup banyak yaitu 30 jenis tanaman. Di antara 30 jenis tanaman tersebut yang paling mungkin di pakai sebagai sumber bahan bakar nabati ada dua jenis tanaman yaitu kelapa sawit (Palm Oil) dan jarak pagar (Curcas Jatropa). yang layak dikembangkan ditinjau dari aspek teknis dan aspek ekonomi

Krause,seorang peneliti biodiesel dari Jerman (?) memastikan bahwa terdapat potensi terpendam dalam tiap batang kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan bakar diesel yang bersifat ramah lingkungan. Hal ini telah dibuktikan oleh para peneliti Indonesia di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), dan juga di Malaysia yang dikenal sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia saat ini.

Dr Darnoko dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tersebut mengungkapkan, hanya dengan proses sederhana maka minyak sawit dapat diubah menjadi biodiesel. Bahan baku yang digunakan selain minyak sawit adalah methanol. Dengan dibantu katalis basa dan pengaturan suhu hingga 60 derajat Celcius, reaksi transesterifikasi antara kedua bahan akan membentuk methyl ester dengan produk samping berupa gliserol. Methyl ester inilah yang disebut sebagai biodiesel, dan memiliki kemiripan sifat dengan minyak solar dari perut bumi.

Karena berasal dari kelapa sawit, tentulah bahan bakar baru ini dijamin ramah lingkungan. "Bio Diesel dibuat lewat penelitian dan percobaan yang panjang, hampir 4 tahun, dan telah menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujar Soni Solistia Wirawan, kepala engineering center BPPT, di kantornya, kemarin.

Penelitian mereka sangat serius, apalagi dengan adanya komitmen pemerintah untuk mengerem konsumsi bahan bakar dari minyak bumi sehingga pada gilirannya konsumsi biodiesel akan meningkat. Sejauh ini di Indonesia belum ada pabrik minyak sawit yang juga memproduksi biodiesel secara komersial. Produksi biodiesel dari minyak sawit atau populer disebut "emas hijau" masih berskala laboratorium dengan penggunaan terbatas, seperti dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspitek Serpong, atau pabrik percontohan biodiesel milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara. Biodiesel disapa "emas hijau" barangkali untuk menyamai bahan bakar minyak yang lazim disebut "emas hitam".

Sementara dari sisi hilir, ketersediaan bahan baku paling mencukupi dibanding komoditas lain yang dianggap bisa menjadi sumber energi biofuel seperti jarak (biodiesel), jagung, tebu, dan singkong (etanol). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai 5,597 juta hektar yang tersebar di 21 provinsi.

Menurut Herman, BPPT dan Balitbangda Provinsi Riau telah membangun pabrik bahan bakar nabati (biodiesel) dari minyak sawit dengan kapasitas olah 8 ton per hari. Proyek biodiesel Kampar dan juga PKS mini di Pinggir, Bengkalis, merupakan yang pertama di Indonesia. Dan sudah bisa dioperasikan beberapa waktu yang lalu.

Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus.

Biodiesel secara bertahap akan mengurangi peran solar. Dengan kualifikasi biodiesel B-5 yang diluncurkan sejak 20 Mei 2006 yang lalu, biodiesel bermerek Bio-Solar tersebut mengandung lima persen CPO yang telah dibentuk menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dan 95 persen solar murni bersubsidi. Dengan formula seperti itu, untuk tahun 2006 saja sudah ada penghematan impor solar sebanyak 720.000 kiloliter. Pertamina saat ini telah memproduksi dan menjual biodiesel dari bahan dasar minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil).

Melihat perkembangan industri biodiesel terkini, Malaysia, terutama perusahaan besar perkebunan kelapa sawit sudah pasti akan menjadi pemegang kendali atas industri BBN yang berasal dari minyak sawit. Strategi pengembangan dan pengemasan propaganda BBN dari minyak sawit secara gamblang masih dari kelompok dominan pemain industri dan bisnis kelapa sawit. Melalui kerjasama patungan (joint-venture) pengusaha kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia memperkokoh fondasi bisnis dan barisan mereka juga semakin kuat memproteksi kartel bisnis ini ke depan.

Sektor industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi negara Malaysia dan Indonesia. Hal ini disebabkan karena kondisi geografis wilayah Malaysia dan Indonesia yang memang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Hingga tahun 2005, lebih dari 85% produksi minyak dunia dihasilkan oleh dua negara produsen utama minyak sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia. Realisasi produksi minyak sawit th 2007 sekitar 1.550.000 kl/thn, dan estimasi s/d tahun 2010 mencapai 5,57 juta kl/thn. Data terakhir hingga tahun 2007 menunjukkan bahwa pengembangan lahan kelapa sawit di Indonesia sendiri telah mencapai lebih dari 280.000 ha. Sedangkan target pengembangan kelapa sawit s/d tahun 2010 sebesar 3.680.000 ha (data dari Buku Informasi-Nop 2007, Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi).

Dengan total produksi mencapai sekitar 16 juta ton pertahun di 2006, minyak sawit mengalami pertumbuhan yang cukup significant dari 14,7 juta ton pada 2005 dan 13,6 juta ton di 2004. Peningkatan produksi minyak sawit ini di masa mendatang akan terus berlanjut, sejalan dengan dukungan teknologi dan implementasinya, yang di dorong oleh kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat.

Gejala tersebut membuat masa depan industri kelapa sawit secara umum akan semakin cerah. Ini dapat ditunjukan dengan beberapa indikator utama yang menunjukkan kenaikan, seperti luas lahan, angka produksi, ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut membuat minyak sawit akan men-substitusi jenis minyak nabati lain, terutama edible oil seperti minyak kedelai, bunga matahari dan biji lobak. Peningkatan peluang minyak sawit juga di dukung oleh harga minyak sawit yang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya.

Pertumbuhan yang besar ini tidak hanya terjadi di Indonesia semata, melainkan juga terjadi di negara lainnya yang memproduksi minyak sawit. Berdasarkan data oil world Annual 2006, produksi minyak sawit dunia mengalami kenaikan sebesar 7,7% menjadi 37,6 juta ton di bandingkan 35,2 juta ton pada 2005. Ini merupakan kenaikan terbesar dibandingkan minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai yang mengalami kenaikan sebesar 5,7% menjadi 36,6 juta ton di 2006 dari 34,8 di tahun sebelumnya.

Keunggulan dan kekurangan Biodiesel

Beberapa keunggulan biodiesel antara lain adalah :

1. ramah lingkungan

2. produk energi terbarukan yang bahan bakunya tersedia cukup dinegara kita (juga di Malasia)

3. dapat diproduksi secara local (industri kecil / rumahan)

4. memiliki kandungan sulfur yang rendah

5. menurunkan emisi gas buang

6. pembakaran lebih baik (nilai oksigen 11% lebih besar)

7. dapat dipakai langsung untuk bahan bakar otomotif, tanpa modifikasi yang berarti.

Sedangkan kekurangannya antara lain adalah :

1. nilai kalori lebih rendah , sedang titik tuang lebih tinggi dibanding minyak solar (energi fosil), sehingga sedikit lebih boros disbanding solar.

2. tenaga, torsi dan efisiensi sedikit turun dibanding solar. Sebagai contoh, biodiesel jenis B30 (30% biodiesel vs solar) menurunkan tenaga, torsi dan efisiensi sekitar 3% dibanding solar.

Tidak ada komentar:

AEoogle Search

AEoogle