Rabu, 03 Desember 2008

Siklus krisis di sekitar energi

SIKLUS KRISIS DI SEKITAR ENERGI

Oleh Leonid SP, dari buku dengan judul sama di atas, Nop 2008.

Sangat menarik untuk mecermati isi buku Siklus Energi di Sekitar Energi, karangan Ibrahim Hasyim*), seorang praktisi di bidang perminyakan, yang merupakan opini / pandangan beliau tentang berbagai isu yang terkait dengan sector pertambangan, rasa kegundahannya tentang kebijakan pemerintah dengan harga BBM khususnya dan energi pada umumnya sejak lebih dari 25 tahun silam, gagasan-gagasannya yang masih relevan dengan kondisi perminyakan saat ini. Berikut adalah beberapa cuplikan yang saya anggap sangat berguna sebagai wacana dan bahan pertimbangan , baik sebagai bahan diskusi, penulisan maupun nara sumber.


(Halaman 13)

Secara umum , setidaknya terdapat empat alasan ekonomi tentang kenaikan harga BBM ini.

PERTAMA, untuk menaikkan pendapatan negara karena subsidi bisa memberatkan APBN.

KEDUA, untuk melindungi industri dalam negeri dalam rangka melawan kompetisi dari luar negeri,

KETIGA, untuk mendukung daya saing barang-barang yang dieksplor dengan barang-barang negara lain di arena perdagangan internasional,

KEEMPAT, untuk menyesuaikan harga dengan perkembangan minyak dunia.


Sedangkan yang berkaitan dengan persoalan politik, dapat dicatat sejumlah alasan :

PERTAMA, untuk mengatasi persoalan polusi. Artinya, dengan penetapan harga BBM yang tinggi dapat menurunkan angka pemakaian kendaraan bermotor, sehingga mengurangi tingkat polusi dan mendorong pemakaian energi alternatif. Seperti kita ketahui masyarakat cenderung boros dalam menggunakan energi. . Disamping itu , kelebihan pendapatan yang diperoleh dapat digunakan untuk mengolah minyak dengan kualitas yang lebih baik.

KEDUA, untuk melindungi masyarakat berpendapatan rendah.Hal ini berarti . bahwa setiap mengubah harga BBM haruslah dipertimbangkan berbagai akibat lebih besar dari yang lainnya.

KETIGA, tentu berdasarkan kepada pertimbangan politik pada saat itu.


(Halaman 14)

…. Dunia harus sadar bahwa apabila harga minyak cukup murah, maka akan terjadi pemakaian yang berlebihan tanpa memikirkan minyak itu akan cepat habis.Dan kalau pandangan dihubungkan pada negara-negara yang posisinya seperti Indonesia, maka penetapan harga BBM yang lebih tinggi dapat merupakan salah satu instrumen untuk menggalakkkan konservasi dan diversifikasi, sekaligus untuk mempertahankan penerimaan devisa dan menekan subsidi.


(Halaman 15)

Terkait dengan Konsumsi BBM, Ibrahim Hasyim menyimpulkan sbb.:

PERTAMA, semua jenis BBM yang disubsidi, terjadi peningkatan konsumsi yang sangat pesat, terutama minyak Solar. (Kalau tahun 1973 subsidi solar=20,5 %, maka pada tahun 2004 meningkat tajam sebesar 741,2 %. !!)

KEDUA, persentasi volume jenis-jenis BBM yang disubsidi bertambah besar

KETIGA, tiap jenis BBM dalam pertumbuhan konsumsinya mempunyai karakteristik masing-masing, dan ini tentunya membawa implikasi tersendiri pula dari waktu ke waktuKEEMPAT, kontribusi memperkecil subsidi dari jenis BBM yang nilai subsidinya kecil akan semakin kecil peranannya, karena mengecilnya persentase volume.


(Halaman 52)

Proses atmospheric distilation sebagai primary process pengolahan minyak bumi hanya akan menghasilkan minyak tanah waktu itu, sedangkan hasil lainnya praktis dibakar.Penggunaan minyak bumi hanya sebagai kerosin (minyak tanah) untuk penerangan berlangsung cukup lama, sampai tatkala Thomas Edison di awal abad ke 20 menemukan bola lampu sehingga keperluan penerangan praktis tidak hanya bergantung kepada kerosin

Beberapa waktu kemudian, industri mesin berkembang dan gasolin (bensin) serta gas oil (solar) mulai dibutuhkan. Kebutuhan BBM tersebut ternyata berkembang pesat, sehingga industri pengolahan mendapat tantangan berat untuk sanggup memproduksinya. Teknologi proses mulai dikembangkan , karena jika hanya mengandalkan atmospheric distilation, produksi bensin atau solar sulit terpenuhi.Sejak itu tahap demi tahap dikembangkan secondary processing, seperti vacuum distilation, beragam jenis cracking reforming, yang ditujukan untuk mengolah kembali fraksi-fraksi berat dari primary process menjadi fraksi ringan (bensin, nafta, solar, kerosin) guna memenuhi kuantitas dan spesifikasi BBM yang terus berkembang.


(Halaman 53)

Teknologi kilang yang pada awalnya hanya untuk menghasilkan kerosin, kini telah berubah sama sekali sesuai dengan pola konsumsi BBM tiap negara. Walaupun ada perbedaan pola konsumsi di antara masing-masing negara, tetapi secara umum mendekati pola konsumsi dunia yang pada tahun 1982 terdiri dari : 34% gasolin, 5% nafta, 8% kerosin, 29% gas /diesel fuel dan 24% fuel oil.

(Halaman 99)

INTENSIFIKASI: Kalau demikian memang tidak ada pilihan lain kalau tidak sedini mungkin "penghematan energi" ini dibudidayakan. Dalam rangka penghematan energi ini, upaya yang pernah dilakukan pada dekade 80-an adalah melalui tahapan langkah-langkah sosialisasi, seperti

taha[ pertama : memberi pengertian dan menanamkan kesadaran kepada masyarakat akan pentingnya penghematan energi (melalui media TV, radio , surat kabar dsb).

tahap kedua : dilakukan penyuluhan tehnis melalui publikasi, seminar, penataran, pendidikan, pameran, dan kunjungan teknis ke instalasi instalasi yang ada.

Penggunaan mesin-mesin yang irit BBM, pengaturan sistem angkutan yang lebih efisien, desain bangunan yang lebih memberikan kenyamanan yang alami, standarisasi alat-alat rumah tangga yang menggunakan energi dan beberapa hal lain yang dianjurkan.


(Halaman 102)

Diversifikasi :

Kenaikan harga BBM walaupun hakekatnya memberikan dampak ekonomis yang bagi negara berarti menekan jumlah subsidi, tetapi juga ikut melahirkan gagasan yang lebih konkret untuk segera merealisasikan produksi energi lain karena harga satuan yang sudah mulai kompetitif, dan memberikan dampak teknologis cukup berarti karena mampu merangsang penggunaan teknologi tertentu untuk menggunakan energi alternatif.

Teknologi mesin yang berbasis energi lain semakin banyak diproduksi dan digunakan seperti kendaraan yang berbahan bakar gas dan kendaraan hybrid.Indikasi tersebut pada hakekatnya sudah menunjukkan kemauan dan keinginan menggunakan energi lain yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Jika kapasitas listrik yang dihasilkan proyek dengan sumber energi alternatif bisa dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya, maka penggunaan minyak disektor listrik yang masih tinggi akan jauh menurun. Sesungguhnya di sektor listrik yang sangat potensial untuk mengembangkan dan menggunakan energi alternatif secara besar-besaran.


(Halaman 102)

Konservasi :

Kebijakan utama energi nasional pada sisi penyediaan adalah dengan jalan meningkatkan kemampuan pasokan energi, mengoptimalkan produksi energi dan penghematan (konservasi) sumber daya energi. Sementara itu pada sisi pemanfaatan dilakukan dengan jalan diversifikasi penggunaan sumber energi dan efisiensi pemanfaatan energi.Dengan demikian penghematan energi diperlukan pada ke dua sisi yaitu : sisi penyediaan dan pemanfaatn energi.


(Halaman 150-151)

Memang, menggantungkan sesuatu terhadap yang lain memberikan tumbuhnya nilai alternatif akan selalu dihadapkan dengan kerawanan yang setiap saat dapat timbul, karena tempat bergantungnya tidak bernilai lestari.

Melepaskan diri dari ketergantungan, termasuk ketergantungan terhadap minyak, adalah jalan keluar yang selaras dengan hakekat kemerdekaan. Sebagai bahan yang tidak bisa diperbaharui, sangatlah naif kalau kita terus menggantungkan diri kepada fosil yang terbentuk jutaan tahun lalu itu.

Semoga bermanfaat bagi Anda.

Catatan : *) Doktor Ibrahim Hasyim, Mantan Deputi Bidang Perkapalan-Pertamina, Komisaris Utama PT.Tongkang Pertamina dan PT.Patra Dok Dumai.

Bio diesel dari minyak kelapa sawit

Bio Diesel Dari Minyak Kelapa Sawit

Oleh : Leonid SP, dari beberapa sumber (nop 2008)

Biodiesel adalah salah satu jenis bahan bakar hayati non fosil (biofuel) yang saat ini sedang digalakkan pemakaiannya oleh Pemerintah melalui Perpres No 5 tahun 2006 yang mentargetkan 5 % dari total konsumsi energi nasional berasal dari biofuel (biodiesel, bioethanol dan biooil) yang juga merupakan jenis energi terbarukan.

Bahan bakar nabati mendapat perhatian dari pemerintah karena di Indonesia tersedia cukup untuk keperluan ekspor dan dalam negeri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh BPPT sumber bahan bakar nabati yang ada di Indonesia cukup banyak yaitu 30 jenis tanaman. Di antara 30 jenis tanaman tersebut yang paling mungkin di pakai sebagai sumber bahan bakar nabati ada dua jenis tanaman yaitu kelapa sawit (Palm Oil) dan jarak pagar (Curcas Jatropa). yang layak dikembangkan ditinjau dari aspek teknis dan aspek ekonomi

Krause,seorang peneliti biodiesel dari Jerman (?) memastikan bahwa terdapat potensi terpendam dalam tiap batang kelapa sawit. Minyak kelapa sawit dapat diolah menjadi bahan bakar diesel yang bersifat ramah lingkungan. Hal ini telah dibuktikan oleh para peneliti Indonesia di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), dan juga di Malaysia yang dikenal sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia saat ini.

Dr Darnoko dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) tersebut mengungkapkan, hanya dengan proses sederhana maka minyak sawit dapat diubah menjadi biodiesel. Bahan baku yang digunakan selain minyak sawit adalah methanol. Dengan dibantu katalis basa dan pengaturan suhu hingga 60 derajat Celcius, reaksi transesterifikasi antara kedua bahan akan membentuk methyl ester dengan produk samping berupa gliserol. Methyl ester inilah yang disebut sebagai biodiesel, dan memiliki kemiripan sifat dengan minyak solar dari perut bumi.

Karena berasal dari kelapa sawit, tentulah bahan bakar baru ini dijamin ramah lingkungan. "Bio Diesel dibuat lewat penelitian dan percobaan yang panjang, hampir 4 tahun, dan telah menghabiskan biaya yang tidak sedikit," ujar Soni Solistia Wirawan, kepala engineering center BPPT, di kantornya, kemarin.

Penelitian mereka sangat serius, apalagi dengan adanya komitmen pemerintah untuk mengerem konsumsi bahan bakar dari minyak bumi sehingga pada gilirannya konsumsi biodiesel akan meningkat. Sejauh ini di Indonesia belum ada pabrik minyak sawit yang juga memproduksi biodiesel secara komersial. Produksi biodiesel dari minyak sawit atau populer disebut "emas hijau" masih berskala laboratorium dengan penggunaan terbatas, seperti dilakukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Puspitek Serpong, atau pabrik percontohan biodiesel milik Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara. Biodiesel disapa "emas hijau" barangkali untuk menyamai bahan bakar minyak yang lazim disebut "emas hitam".

Sementara dari sisi hilir, ketersediaan bahan baku paling mencukupi dibanding komoditas lain yang dianggap bisa menjadi sumber energi biofuel seperti jarak (biodiesel), jagung, tebu, dan singkong (etanol). Perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini mencapai 5,597 juta hektar yang tersebar di 21 provinsi.

Menurut Herman, BPPT dan Balitbangda Provinsi Riau telah membangun pabrik bahan bakar nabati (biodiesel) dari minyak sawit dengan kapasitas olah 8 ton per hari. Proyek biodiesel Kampar dan juga PKS mini di Pinggir, Bengkalis, merupakan yang pertama di Indonesia. Dan sudah bisa dioperasikan beberapa waktu yang lalu.

Biodiesel terdiri dari metil ester asam lemak nabati, sedangkan petroleum diesel adalah hidrokarbon. Biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang serupa dengan petroleum diesel sehingga dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Pencampuran 20 % biodiesel ke dalam petroleum diesel menghasilkan produk bahan bakar tanpa mengubah sifat fisik secara nyata. Produk ini di Amerika dikenal sebagai Diesel B-20 yang banyak digunakan untuk bahan bakar bus.

Biodiesel secara bertahap akan mengurangi peran solar. Dengan kualifikasi biodiesel B-5 yang diluncurkan sejak 20 Mei 2006 yang lalu, biodiesel bermerek Bio-Solar tersebut mengandung lima persen CPO yang telah dibentuk menjadi Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dan 95 persen solar murni bersubsidi. Dengan formula seperti itu, untuk tahun 2006 saja sudah ada penghematan impor solar sebanyak 720.000 kiloliter. Pertamina saat ini telah memproduksi dan menjual biodiesel dari bahan dasar minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil).

Melihat perkembangan industri biodiesel terkini, Malaysia, terutama perusahaan besar perkebunan kelapa sawit sudah pasti akan menjadi pemegang kendali atas industri BBN yang berasal dari minyak sawit. Strategi pengembangan dan pengemasan propaganda BBN dari minyak sawit secara gamblang masih dari kelompok dominan pemain industri dan bisnis kelapa sawit. Melalui kerjasama patungan (joint-venture) pengusaha kelapa sawit dari Indonesia dan Malaysia memperkokoh fondasi bisnis dan barisan mereka juga semakin kuat memproteksi kartel bisnis ini ke depan.

Sektor industri kelapa sawit merupakan salah satu sektor unggulan bagi negara Malaysia dan Indonesia. Hal ini disebabkan karena kondisi geografis wilayah Malaysia dan Indonesia yang memang sangat cocok untuk pengembangan perkebunan kelapa sawit. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Malaysia dan Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Hingga tahun 2005, lebih dari 85% produksi minyak dunia dihasilkan oleh dua negara produsen utama minyak sawit, yaitu Malaysia dan Indonesia. Realisasi produksi minyak sawit th 2007 sekitar 1.550.000 kl/thn, dan estimasi s/d tahun 2010 mencapai 5,57 juta kl/thn. Data terakhir hingga tahun 2007 menunjukkan bahwa pengembangan lahan kelapa sawit di Indonesia sendiri telah mencapai lebih dari 280.000 ha. Sedangkan target pengembangan kelapa sawit s/d tahun 2010 sebesar 3.680.000 ha (data dari Buku Informasi-Nop 2007, Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi).

Dengan total produksi mencapai sekitar 16 juta ton pertahun di 2006, minyak sawit mengalami pertumbuhan yang cukup significant dari 14,7 juta ton pada 2005 dan 13,6 juta ton di 2004. Peningkatan produksi minyak sawit ini di masa mendatang akan terus berlanjut, sejalan dengan dukungan teknologi dan implementasinya, yang di dorong oleh kebutuhan konsumsi yang semakin meningkat.

Gejala tersebut membuat masa depan industri kelapa sawit secara umum akan semakin cerah. Ini dapat ditunjukan dengan beberapa indikator utama yang menunjukkan kenaikan, seperti luas lahan, angka produksi, ekspor serta penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut membuat minyak sawit akan men-substitusi jenis minyak nabati lain, terutama edible oil seperti minyak kedelai, bunga matahari dan biji lobak. Peningkatan peluang minyak sawit juga di dukung oleh harga minyak sawit yang relatif lebih rendah apabila dibandingkan dengan jenis minyak nabati lainnya.

Pertumbuhan yang besar ini tidak hanya terjadi di Indonesia semata, melainkan juga terjadi di negara lainnya yang memproduksi minyak sawit. Berdasarkan data oil world Annual 2006, produksi minyak sawit dunia mengalami kenaikan sebesar 7,7% menjadi 37,6 juta ton di bandingkan 35,2 juta ton pada 2005. Ini merupakan kenaikan terbesar dibandingkan minyak nabati lainnya seperti minyak kedelai yang mengalami kenaikan sebesar 5,7% menjadi 36,6 juta ton di 2006 dari 34,8 di tahun sebelumnya.

Keunggulan dan kekurangan Biodiesel

Beberapa keunggulan biodiesel antara lain adalah :

1. ramah lingkungan

2. produk energi terbarukan yang bahan bakunya tersedia cukup dinegara kita (juga di Malasia)

3. dapat diproduksi secara local (industri kecil / rumahan)

4. memiliki kandungan sulfur yang rendah

5. menurunkan emisi gas buang

6. pembakaran lebih baik (nilai oksigen 11% lebih besar)

7. dapat dipakai langsung untuk bahan bakar otomotif, tanpa modifikasi yang berarti.

Sedangkan kekurangannya antara lain adalah :

1. nilai kalori lebih rendah , sedang titik tuang lebih tinggi dibanding minyak solar (energi fosil), sehingga sedikit lebih boros disbanding solar.

2. tenaga, torsi dan efisiensi sedikit turun dibanding solar. Sebagai contoh, biodiesel jenis B30 (30% biodiesel vs solar) menurunkan tenaga, torsi dan efisiensi sekitar 3% dibanding solar.

AEoogle Search

AEoogle